Minggu, 31 Oktober 2010

Efisiensi Konversi Energi

Efisiensi Konversi Energi

Salah satu cabang dari sains dan ilmu rekayasa yang cukup intensif mengkaji masalah konversi energy ini adalah Thermodinamika. Yang dari kajian rekayasa ini dilahirkan sebuah besaran "fisiensi" terutama ketika mengagas proses perubahan dari sebuah bentuk energi ke bentuk energi yg lain. Ilmu ini kemudian sangat bermanfaat dalam dunia rekayasa, terutama bagi kehidupan kemanusiaan.

Dalam sebuah proses konversi dari bentuk kalor ke mekanik misalnya. Dimana proses perpindahan kalor terjadi dari reservoir panas ke reservoir dingin. Lalu di tengah perjalanan kalor itu sebagiannya "dicuri" untuk menggerakkan turbin.









Efisiensi Konversi Energi


Konservasi energy dirumuskan dalam formula :


Qh = W + Qc

Dimana :
Qh = Reservoir Panas (hot)
W = Kerja yg dihasilkan
Qc = Reservoir Dingin (cold)


Dari sini Effisiensi kemudian dirumuskan sebagai rasio antara Output yg diinginkan dengan Energi masukkan. Yang secara matematis ekspresinya sbb:

Eff = W/Qh



dengan operasi aljabar sederhana diturunkan lagi menjadi

Eff = (Qh - Qc)/Qh



Karena besaran Q (kalor) adalah besaran yg sangat ditentukan oleh Temperature maka ekspresi kalor bisa di ubah kedalam ekspresi temperature:

Eff = (Th - Tc)/Th = 1 - Tc/Th



Nah disini kita berurusan dengan rasio Tc/Th yg nilainya diantara 0 dan 1. Kenapa?, ya karena sudah menjadi logika dasar yg embedded dalam kepala manusia untuk memahami bahwa yg namanya Temperatur Tinggi selalu lebih tinggi daripada Temperatur rendah :).

Sebenernya, untuk orang yang punya curiousity lebih, ada kesempatan besar untuk membuat effisiensi = 1, yaitu dengan cara membuat Tc=0 atau Th=~. Perbedaan suhu yg semakin ekstrim antara Tc dan Th akan menghasilkan efisiensi yg mendekati satu.

Nah untuk itu harus ada proses rekayasa tersendiri yg mengkondisikan reservoir dingin dan panas itu berada pada perbedaan suhu yg sangat jauh. Dan nampaknya kita perlu suntikkan tambahan energi yg tidak sedikit, sehingga hitung-hitungan effisiensinya juga jadi beda lagi. Mengapa?, karena energi masukkannya, selain dateng dari reservoir panas juga dari kerja yg kita berikan untuk pengkondisian sistem nya.

Memang Ada konseptualisasi untuk kondisi ideal dari sebuah proses konversi energi, dimana sebuah perubahan dari bentuk energi awal ke bentuk energi hasil (yg lebih bisa dimanfaatkan) berjalan sempurna alias effisiensi = 100%. Mesin yang memiliki eff = 1 ini dinamakan mesin Carnot.

Tapi mesin ini sampai sekarang tidak lebih hanyalah sekedar konseptualisasi, dan tidak pernah menjadi real. Karena syarat berlakunya sedemikian mustahil terjadi dalam arena permainan dimana manusia ditakdirkan hidup, berkembang biak, dan bermasyarakat dengan manusia lainnya.

Kalau mau, kita juga bisa bermain di syarat-syarat ini jika menghendaki eff=1. Coba perhatikan syarat terjadinya siklus Carnot ini pada kasus piston yg digerakkan ekspansi dan kompresi.

* Batas sistem yg sempurna, Sehingga tidak ada atom yg melarikan diri dari fluida kerja apakah itu pada saat piston mengembang atau saat piston melakukan kompresi.

* Pelumasan sempurna, sehingga TIDAK ADA komponen friksi sekecil apapun.

* Syarat Gas ideal untuk fluida kerja harus terpenuhi.

* Piston bergerak maju dan mundur berulang2, dalam sebuah siklus isotermal dan proses ekspansi/kompresi nya adiabatic seperti gbr dibawah..
o Isotermal (segmen AB dan CD), hanya terjadi jika terjadi kontak yg sempurna antara fluida kerja dengan salah satu dari dua reservoir (dingin/panas)
o Adiabatic (segmen BC dan DA), hanya terjadi ketika ada isolasi sempurna antara fluida kerja dengan lingkungan luar termasuk dengan kedua reservoir.

Efisiensi Konversi Energi - siklus Carnot
Jadi memang idenya harus ada upaya untuk menjadikan dunia yg penuh friksi ini menjadi frictionless. Dan sepertinya untuk itu perlu energi tambahan pula..

Upaya Agar Effisiensi > 1?

Seluruh upaya rekayasa untuk peningkatan effisiensi dilakukan untuk mendekati konseptualisasi yg ideal itu (Eff=1). Ya karena effisiensi itu sendiri ekspresi manusia dalam mencerna hal yg demikian.

Dari ekspresi matematis nya saja agaknya manusia sangat tidak mengizinkan effisiensi itu lebih dari satu, itu sama halnya dengan memaksakan sebuah logika bahwa temperatur tinggi itu lebih rendah dari temperatur rendah.

Jadi ada penyataan logika yg salah bahwa, "tinggi' lebih rendah daripada "rendah'. Sungguh melanggar logika dasar (logika non kontradiksi) yang telah tertanam di kepala semua manusia.

Menginginkan eff diatas satu berarti harus melakukan upaya bukan hanya menghilangkan friksi, akan tetapi menghadirkan lawan dari friksi itu, tarolah saya kasih nama "inisiatif" hehe.. kalo friksi itu menghambat, kalo inisiatif itu malah membantu, mungkin pencariannya (atau pengkhayalannya :P) bisa pada proses lubrikasi.

Kalo selama ini kita mencari pelumas yg sangat baik untuk mengurangi friksi. Maka jika kita menginginkan eff > 1 harus dicari pelumas yg tidak hanya mereduksi friksi, akan tetapi juga pelumas yg punya inisiatif membantu proses yg sedang terjadi atau sebut saja advance lubricant.

Sesuatu yang hanya pantas masuk ke alam khayalan, Karena mungkin sifat ilmu fisika yang constraint nya sangat materialistik tidak akan punya kerangka yg cukup buat mencerna ini. Kalau mau agaknya kita harus menggeser epistemologi dari dunia fisika ke dunia metafisika :P.

Dan kalaupun fenomena ini ada, lahir pertanyaan mendasar berikutnya? Benarkah alam semesta ini masih harmonis dan seimbang dengan adanya makhluk yang bernama "inisiatif" ini? Sulit kita membayangkan fakta (baca : kekacauan) seperti apa yang akan kita saksikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar